Selasa, 18 Mei 2010

Tiga Faktor Kamu Salah Pilih Jurusan

KOMPAS.com — Ternyata, masih banyak siswa-siswi yang baru saja menyelesaikan ujian nasional dan berencana melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi cenderung memilih program studi hanya berdasarkan tren, teman dekat, bahkan ada yang hanya menuruti keinginan orangtuanya untuk memilih sebuah program studi.

Berdasarkan pantauan Kompas.com melalui wawancara singkat dengan 10 pelajar di Jakarta, Kamis (29/4/2010), faktor yang menjadi penentu pemilihan program studi itu masih didominasi oleh tiga hal. Pertama, pemilihan menurut referensi orangtua. Kedua, pilihan didasarkan pada tren terkini, baik itu perguruan tinggi ternama maupun program studi yang memang sedang banyak dibutuhkan.

Sementara itu, faktor ketiga adalah faktor teman. Pemilihan ini hanya berdasarkan keinginan untuk tetap dekat dengan teman-teman karib atau sahabat yang memilih perguruan tinggi atau program studi tertentu.

"Saya pun mengakui, memang, tidak banyak yang benar-benar memilih perguruan tinggi sesuai bakat dan minatnya. Sampai saat ini pun kita belum menjadikan tes bakat dan minat sebagai langkah awal memilih perguruan tinggi, padahal itu sangat penting karena kebutuhan di dunia kerja akan selalu berubah," tutur Sudino Lim, CEO Inti College Indonesia, Kamis (29/4/2010) di Jakarta.

Menurut data survei tenaga kerja nasional yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) tahun 2009 lalu, tingginya jumlah pengangguran di Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Data tersebut mengungkapkan, dari 21,2 juta orang Indonesia yang masuk dalam angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta atau sekitar 22,2 persen adalah pengangguran.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, tingkat pengangguran terbuka itu didominasi oleh lulusan diploma dan universitas dengan kisaran angka di atas 2 juta orang. Merekalah yang kerap disebut dengan "pengangguran akademik" akibat "salah" memilih jurusan.

"Rata-rata anak-anak di luar negeri itu sudah lebih mandiri. Pengetahuan mereka dan kebutuhan mereka akan literasi mencari jurusan lebih terbuka. Seminar-seminar karier yang penting di sini kurang betul diikuti dan justru sering dilupakan orangtua siswa," ujar Lim.

Kapan Seharusnya Tes Minat dan Bakat?

JAKARTA, KOMPAS.com - Tes bakat dan minat siswa sebelum memilih jurusan penting dilakukan jika siswa tidak mengetahui potensi yang dimilikinya dan akan diarahkan ke mana kelak masa depannya.
Ketika si anak belum tahu apa yang diinginkan, hobinya apa, minatnya apa, bahkan cita-citanya, tes minat dan bakat itu penting untuk dia.
-- Roslina Verauli

"Apalagi sekarang ini jurusan atau bidang studi di perkuliahan semakin luas sesuai tuntutan zaman dan cenderung menawarkan keahlian yang bukan saja teori melainkan juga praktis. Maka, ketika si anak belum tahu apa yang dia inginkan, hobinya sebetulnya apa, minatnya apa, bahkan cita-citanya, tes minat dan bakat itu penting untuk dia," ujar psikolog anak dari Universitas Indonesia (UI), Roslina Verauli, kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (3/6/2010).

Tes minat dan bakat selama ini, ujar Roslina, cenderung mengarah pada tes kecerdasan akademis, yang mengarahkan anak pada pilihan kemampuan akademiknya. Sementara itu, lanjut dia, bidang-bidang studi atau jurusan yang ada sekarang semakin banyak dan berkembang.

"Tes bakat itu akan melihat kemampuan atau potensi kecerdasan umum si anak, berupa kemampuan berpikir logis atau nalar, itu semua akan terukur. Nah, nanti, dari kemampuan penalaran itu bisa diukur lagi, apakah kemampuan nalar si anak itu lebih mengarah ke visual atau abstrak, apakah kelebihannya pada kemampuan matematika atau sosial?" ujar Roslina.

Roslina menambahkan, dari tes minat-bakat itu kemudian juga bisa terukur kemampuan-kemampuan khusus si anak. Semisal, kata dia, ternyata si anak memiliki kelebihan khusus di bidang-bidang yang bersifat administratif atau sebaliknya yang membutuhkan kreatifitas tinggi.

"Nanti akan muncul gambaran profil si anak yang bisa disesuaikan dengan kepribadiannya dan kemudian akan digabungkan kedua-duanya, semisal apakah si anak berkepribadian introvert atau extrovert, apakah si anak lebih suka bekerja sendiri atau lebih senang bekerja dengan orang lain, si anak cenderung menyukai rutinitas atau fleksibilitas. Dari penggabungan-pengabungan potensi umum dan khusus itulah bisa diperkirakan peminatan anak ini akan ke mana," ujar Roslina.

Intinya, ujar dia, setiap orang adalah the right person yang punya potensi unik masing-masing. Hanya, ada yang kemudian menjadi sukses atau tidak sukses.

"Semua keputusan akhirnya akan dikembalikan pada si anak. Sukses itu karena kebetulan dalam perkembangannya si anak berada dalam kondisi yang disebut dengan the right place," ujar Roslina.

Roslina menambahkan, sebetulnya bukan di Indonesia saja ada anggapan bahwa anak merupakan "perpanjangan" dari keberhasilan orang tuanya. Banyak orang tua di luar negeri pun berharap, bahwa kelak, ambisi-ambisi mereka yang belum tercapai bisa terealisasi lewat si anak.

"Untuk itu perlu dipastikan, bahwa si anak bisa mendapatkan the right place. Yaitu tempat di mana si anak dapat berkembang potensinya sesuai bakat dan minatnya. Perlu dicamkan para orang tua, bahwa kecerdasan minat atau bakat belum tentu sama antara mereka dan anaknya, maka, jika dipaksakan, hasilnya bisa ditebak sendiri," timpal Roslina.

Ragam Gula di Sekitar Kita

Ada banyak jenis gula yang bisa jadi penambah rasa manis. Berikut beberapa di antaranya:

- Gula pasir atau gula putih
Bisa diperoleh dari tebu atau bit. Gula pasir hanya mengandung satu jenis gula, yaitu sukrosa, yang merupakan gula kristal. Gula pasir adalah bahan baku pembuatan permen, selai, dan jeli. Ketiganya disebut makanan berkadar sukrosa tinggi.

- Gula merah
Dibuat dari pemekatan nira bunga kelapa, aren, atau siwalan. Kandungan gula merah adalah sukrosa 50 persen, glukosa, dan fruktosa.

- Gula alkohol
Disebut demikian karena dalam struktur kimianya mengandung banyak gugus hidroksi (-OH). Gula alkohol juga merupakan bahan pembuat permen. Umumnya nilai kalori gula alkohol lebih rendah daripada gula pasri, tapi jika dikonsumsi terlalu berlebihan dapat menimbulkan efek laksatif atau sering buang air besar.

- Sorbitol dan manitol
Berasal dari glukosa dan manosa. Kemanisan sorbitol hanya 60 persen dari sukrosa, sedangkan manitol 50 persen. Sorbitol merupakan gula alami pada jagung, sehingga disebut gula jagung. Sifat gula jagung tidak tahan panas. Karena itu, kemanisannya akan berkurang saat digunakan untuk mengolah masakan di atas api.

- Aspartam
Kemanisannya 200 kali sukrosa, sehingga penggunaannya sedikit sekali. Aspartam terbuat dari dua jenis asam amino (protein), yaitu fenilalanin dan asam aspartat. Gula ini sebaiknya tidak digunakan pada suhu tinggi karena asam aminonya akan rusak.

- Sakarin
Merupakan pemanis nonnutrisi yang memiliki kemaniasn 300-400 kali sukrosa. Kemampuan sakarin untuk membentuk larutan pekat dan kemanisannya sangat tinggi, sehingga cenderung pahit.

- Siklamat
Pemanis buatan yang sering digunakan untuk membuat permen karet atau es krim. Menurut beberapa studi, khususnya sakarin dan siklamat merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker).

- Gula stevia
Diperoleh dari ekstrak daun Stevia rebaudiana dan merupakan pemanis tidak berkalori alami, sehingga aman dikonsumsi. Sayangnya, gula stevia meninggalkan rasa pahit, meski dapat berkurang dengan meningkatnya kemurnian.

- Madu
Ini adalah sirop alami yang berasal dari sari bunga dan diisap oleh lebah yang kemudian disimpan di sarangnya. Madu cukup menyehatkan dengan kandungan gizi cukup kompleks seperti karbohidrat, protein asam amino, vitamin, dan mineral, serta mudah diserap oleh sel-sel dan jaringan tubuh. Komposisi madu terdiri atas 34 persen glukosa, 41 persen fruktosa, 2,4 persen sukrosa, dan 18,3 persen air. Unsur gula madu yang utama adalah fruktosa.

- Gula buah
Buah-buahan yang manis mengandung fruktosa. Konsumsi berlebihan juga dapat meningkatkan kadar gula darah. (GHS/dee)